Rabu, 24 November 2010

PENGENTASAN KEMISKINAN

SELAMAT TINGGAL PENGENTASAN KEMISKINAN

Kita sering membaca paparan mengenai kemiskinan di media cetak, yang diakhiri dengan aneka usulan untuk menanggulanginya. Kita juga sering mendengar atau menyaksikan talk show di media elektronik seperti televisi atau radio, yang juga membahas soal kemisikinan, dan diakhiri dengan solusi untuk mengentaskannya. Banyak orang mengira bahwa menanggulangi kemiskinan identik dengan mengentaskan kemiskinan, padahal sebenarnya tidak. Karena rancunya dalam berbagai kesempatan, bahkan dalam berita di media cetak dan elektronik, kata menanggulangi dan mengentaskan digunakan secara acak, seolah memiliki maksud yang sama.

Kenyataannya, kedua terminologi ini memiliki konsekuensi berbeda apabila diterapkan dalam tindakan menangani kemiskinan. Mengentaskan orang miskin berarti menempatkan orang miskin sebagai objek kerja. Mereka - orang miskin itu - menjadi sesuatu yang dipindahkan oleh pemerintah /lembaga dari satu level ke level yang lain. Ketika menggunakan kata pengentasan pemerintah maupun lembaga menjadi “Sang Penyelamat”, dan ada kesenjangan peran disana.

Berbeda dengan menanggulangi. Kata ini menuntut adanya tindakan dari semua pihak. Orang miskin menjadi subjek kerja dimana mereka tertuntut untuk berusaha agar level kehidupannya naik menjadi tidak miskin lagi. Disini, pemerintah atau lembaga hanya menjadi fasilitator dan pendamping atas kehidupan orang miskin tersebut. Dengan fasilitas dan aneka sistem yang disediakan, orang-orang miskin itu kemudian diberi kebebasan berusaha, dengan harapan bahwa mereka akan mendapatkan peniggkatan hidup, dari hasil usahanya sendiri.

Menjadikan orang miskin hanya sebagai objek program berpotensi memelihara kemiskinan itu sendiri. Sebab, mereka tidak disadarkan atas kemiskinan yang mereka alami dan bagaimana gambaran cara keluar dari lingkaran kemiskinan itu. Tidak terhitung uang yang mengalir ketangan orang miskin namun habis begitu saja menguap bak “meludah diatas pasir”. Penyebabnya adalah kurangnya penyadaran. Contoh kecil, Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk rakyat miskin diplesetkan menjadi Bantuan Langsung Telas (habis) karena dipakai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sekunder seperti untuk membeli rokok.

Penyadaran yang harusnya diberikan kepada masyarakat adalah pola pikir bahwa semua orang harus bekerja, agar mereka mendapatkan keuntungan dari pekerjaan mereka dan selanjutnya bisa menabung (employment – in come – growth). Pada kenyataannya, dalam berbagai kasus perorangan, ketika seseorang memiliki tabungan, dia relatif lebih secure dan lebih memiliki peluang untuk berkembang (saving is engine of growth). Orang miskin pun seyogyanya bisa menabung, karena pasti dalam berbagai rentang waktu, sesuai kodratnya sebagai mahluk Alloh SWT., orang miskin pun adakalanya diberikan rezqki dengan kadar melebihi yang biasa mereka terima.
Alloh SWT. Mengatakan dalam al-Quran:
“Baginya apa yang dikerjakan, dan dia mendapatkan sesuai yang dikerjakannya.”(Q.S al-Baqarah: 286). Artinya, secara kodrati, setiap mahluk yang berusaha pasti akan mendapatkan sesuatu. Semakin gigih usahanya, maka peluang mendapatkan imbal hasil yang baik pun akan semakin besar.


Sudah saatnya kita semua yang memiliki kelebihan harta memperlakukan orang miskin dengan kaedah penanggulangan, dan bukan lagi pengentasan kemiskinan. Bantu orang miskin mendapatkan akses dan informasi, sediakan kemudahan untuk mereka dan biarkan mereka berusaha, dan biarkan sunatullah bekerja. Alloh dan Rasul-Nya mencintai hamba yang berusaha, apa pun kadarnya. Menjadikan orang miskin itu giat hanya dapat dilakukan ketika mereka memiliki akses dan sarana penunjang yang cukup. Wallahu 'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar