Minggu, 09 Mei 2010

Tanya Jawab di sekitar Karya Tulis Ilmiah
dalam kegiatan pengembangan profesi guru.

Bab I
Pengembangan Profesi dan KTI

1.1. Bagaimana kaitan KTI dengan pengembangan profesi guru?

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84/1993 penetapan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993, nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru. Pada aturan tersebut, di antaranya dinyatakan bahwa untuk keperluan kenaikan pangkat/jabatan Guru Pembina /Golongan IVa ke atas, diwajibkan adanya angka kredit yang harus diperoleh dari Kegiatan Pengembangan Profesi.

Menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) merupakan salah satu bentuk dari kegiatan pengembangan profesi guru. Melalui sistem angka kredit itu, diharapkan dapat diberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih professional terhadap pangkat guru, yang merupakan pengakuan profesi dan kemudian akan meningkatkan pula tingkat kesejahteraannya.

Pengembangan profesi terdiri dari 5 (lima) macam kegiatan, yaitu: (1) menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), (2) menemukan Teknologi Tepat Guna, (3) membuat alat peraga/bimbingan,(4) menciptakan karya seni dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Sehingga membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI) merupakan salah satu macam kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam pengembangan profesinya.

1.2. Apakah KTI satu-satunya kegiatan pengembangan profesi guru?

Tidak. Berbeda dengan anggapan umum, menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) BUKAN merupakan satu-satunya kegiatan pengembangan profesi guru. Namun, dengan berbagai alasan, antara lain karena belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan selain menyusun KTI, maka pelaksanaan kegiatan pengembangan profesi sebagian terbesar dilakukan melalui KTI.

1.3. Apa yang dimaksud dengan Karya Tulis Ilmiah (KTI)?

KTI adalah laporan tertulis tentang (hasil) kegiatan ilmiah. Karena kegiatan ilmiah itu banyak macamnya, maka laporan kegiatan ilmiah ( KTI) juga beragam bentuknya. Ada yang berbentuk laporan penelitian, tulisan ilmiah populer, buku, diktat dan lain-lain.

Meskipun berbeda macam dan besaran angka kreditnya, semua KTI (sebagai tulisan yang bersifat ilmiah) mempunyai kesamaan, yaitu:

• hal yang dipermasalahkan berada pada kawasan pengetahuan keilmuan
• kebenaran isinya mengacu kepada kebenaran ilmiah
• kerangka sajiannya mencerminan penerapan metode ilmiah
• tampilan fisiknya sesuai dengan tata cara penulisan karya ilmiah

Salah satu bentuk KTI yang cenderung banyak dilakukan adalah KTI hasil penelitian perorangan (mandiri) yang tidak dipublikasikan tetapi di dokumentasikan di perpustakaan sekolah dalam bentuk makalah (angka kredit 4).

1.4. Bagaimana hubungan KTI dengan Penelitian?

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah. Sehingga, laporan hasil penelitian juga merupakan Karya Tulis Ilmiah. Bahkan, KTI yang merupakan laporan hasil penelitian, merupakan bagian penting dari macam KTI yang dapat dibuat oleh guru, widyaiswara maupun pengawas,

1.5. Mengapa KTI Penelitian Diminati?

Salah satu bentuk KTI yang akhir-akhir ini, cenderung banyak dilakukan oleh para guru2 adalah KTI hasil penelitian perorangan yang tidak dipublikasikan, tetapi didokumentasikan di perpustakaan sekolah dalam bentuk makalah. KTI jenis ini mempunyai nilai angka kredit 4 (empat). KTI yang berupa laporan hasil penelitian tersebut cenderung diminati di antaranya karena:

1. Para guru makin memahami bahwa salah satu tujuan kegiatan pengembangan profesi, adalah dilakukannya kegiatan nyata di kelasnya yang ditujukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajarannya. Bagi sebagian besar guru, melakukan kegiatan seperti itu, sudah terbiasa dilakukan
2. Kegiatan tersebut, harus dilaksanakan dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah, karena hanya dengan cara itulah, mereka akan mendapat jawaban yang benar secara keilmuan terhadap apa yang ingin dikajinya.
3. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di kelasnya, maka kegiatan tersebut dapat berupa penelitian tindakan yang semakin layak untuk menjadi prioritas kegiatan. Kegiatan nyata dalam proses pembelajaran, dapat berupa tindakan untuk “menerapkan” hal-hal “baru” dalam praktik pembelajarannya. Berbagai inovasi baru dalam pembelajaran, memerlukan verifikasi maupun penerapan dalam proses pembelajaran.

1.6. Mengapa PTK Disarankan Sebagai Pengembangan Profesi ?

Penelitian Tindakan Kelas (PTK), disarankan dilakukan guru dalam upaya menulis KTI karena:
• KTI tersebut merupakan laporan dari kegiatan nyata yang dilakukan para guru di kelasnya dalam upaya meningkatkan mutu pembelajarannya – (ini tentunya berbeda dengan KTI yang berupa laporan penelitian korelasi, penelitian diskriptif, ataupun ungkapan gagasan, yang umumnya tidak memberikan dampak langsung pada proses pembelajaran di kelasnya), dan
• Dengan melakukan kegiatan penelitian tersebut, maka para guru telah melakukan salah satu tugasnya dalam kegiatan pengembangan profesionalnya. Laporan PTK yang apabila dilakukan dengan baik dan benar akan mendapat penghargaan berupa angka kredit. Selanjutnya angka kredit tersebut dapat dipakai untuk melengkapi persyaratan kenaikan golongan kepangkatannya.

1.7. Adakah permasalahan dalam pengumpulan angka kredit?

Paling tidak terdapat dua fakta dalam pengumpulan angka kredit, yaitu
(a) Pengumpulan angka kredit untuk kenaikan dari golongan IIIa sampai dengan golongan IVa, relatif lancar. Pada jenjang tersebut, angka kredit yang wajib dikumpulkan hanya dari tiga macam bidang kegiatan guru, yakni (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, dan (3) penunjang proses pembelajaran.

Angka kredit dari bidang pengembangan profesi, belum merupakan persyaratan wajib. Akibat “longgarnya” proses kenaikan pangkat itu, tujuan pemberian penghargaan secara lebih adil dan lebih profesional terhadap peningkatan karir kurang dapat dicapai secara optimal. Longgarnya seleksi peningkatan karir, juga menyulitkan untuk membedakan antara mereka yang berpretasi dan kurang atau tidak berprestasi. Lama kerja lebih memberikan urunan yang siginifikan pada kenaikan pangkat. Kebijakan itu seolah-olah berupa kenaikan pangkat yang mengacu pada lamanya waktu kerja, dan kurang mampu memberikan evaluasi pada kinerja profesional.

(b) Permasalahan kedua, berbeda dan bahkan bertolak belakang dengan keadaan di atas. Proses kenaikan dari golongan IVa ke atas relatif berjalan “lambat” Pada kenaikan pangkat golongan IVa ke atas tersebut, diwajibkan adanya pengumpulan angka kredit dari unsur Kegiatan Pengembangan Profesi. Angka kredit kegiatan pengembangan profesi –berdasar aturan yang berlaku saat ini— dapat diperoleh melalui kegiatan :

1. menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI),
2. menemukan Teknologi Tepat Guna,
3. membuat alat peraga/bimbingan,
4. menciptakan karya seni dan
5. mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Sementara itu, tidak sedikit guru dan pengawas yang “merasa” kurang mampu melaksanakan kegiatan pengembangan profesinya (= yang dalam hal ini membuat KTI) sehingga menjadikan mereka enggan, tidak mau, dan bahkan apatis terhadap pengusulan kenaikan golongannya.

Terlebih lagi dengan adanya pendapat bahwa kenaikan pangkat/golongannya belum memberikan peningkatkan kesejahteraan yang signifikannya,
Akibat dari hal di atas menjadikan permasalahan

(a) Banyak guru yang telah lama berada di golongan IVa, dan mereka sangat ingin segera naik pangkat. Baik mereka yang memenuhi persyaratan, ataupun tidak. Baik yang berprestasi, maupun tidak.
(b) Dirasakan kewajiban pengumpulan angka kredit dari Kegiatan Pengembangan Profesi memberatkan dan membuat proses kenaikkan pangkat TIDAK LAGI selancar proses kenaikkan pangkat sebelumnya.
(c) proses kenaikan pangkat sebelumnya – dari golongan IIIa ke IVa yang “relatif lancar”, menjadikan “kesulitan” memperoleh angka kredit dari kegiatan pengembangan profesi, sebagai “hambatan yang merisaukan
(d) Masih sangat banyak guru yang membutuhkan peningkatan kemampuan dan kemauannya agar dapat melakukan kegiatan Pengembangan Profesi dengan baik dan benar.
(e) Adanya berbagai isu negatif berkaitan dengan kenaikka ke pangkat IVb ke atas, seperti misalnya : ada kuota penjatahan, perlu melalui jalan samping, dan lain-lain.
(f) Banyak guru yang telah mencoba mengumpulkan angka kredit pengembangan profesi, dan yang terbanyak melalui KTI, tetapi KTI nya tidak memenuhi syarat dan TIDAK dapat diberi nilai.

Bab II
”Menilai KTI”


2.1. Mengapa banyak KTI belum memenuhi syarat?

Berdasar pengalaman dalam proses penilaian, terdapat hal-hal sebagai berikut...
(a) Tidak sedikit dari KTI yang diajukan, merupakan JIPLAKAN, KTI orang lain yang dinyatakan sebagai karyanya, atau bahkan KTI yang DIBUATKAN oleh orang lain
KTI jenis ini umumnya diambil (dijiplak) dari skripsi, tesis atau laporan penelitian orang lain. Indikasi tentang hal tersebut seringkali dapat dengan mudah terdeteksi, misalnya dari data yang tidak konsisten, tulisan yang tidak sama, dan lain-lain. Namun sering juga sangat sulit diketahui, meskipun ada “rasa” yang menyatakan bahwa KTI tersebut bukan karya sendiri (misalnya: KTI itu sangat berbeda kualitasnya dengan KTI yang lain dari guru yang sama, atau sangat akademik, dan lain-lain)

KTI jenis ini juga ditandai dari sangat miripnya satu KTI dengan KTI yang lain, baik yang diajukan oleh guru yang bersangkutan, atau oleh guru-guru lain di daerah sekitarnya.
Umumnya KTI ini mempunyai kesamaan pada kata pengantar, daftar isi, abstrak, teori, daftar pustaka yang sama baik font, ukuran huruf, kata-demi-kata, kalimat dan lain-lain. Dari pengalaman telah dapat terdeteksi daerah-daerah tertentu yang menggunakan biro jasa pembuatan KTI

(b) Banyak pula KTI yang berisi uraian hal-hal yang terlalu umum. KTI yang tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pengembangan profesinya. Mengapa demikian? Karena KTI semacam itulah yang paling mudah ditiru, dipakai kembali oleh orang lain dengan cara mengganti nama penulisnya.

Contoh KTI yang berjudul Membangun karakter bangsa melalui kegiatan ekstra kurikuler. KTI ini sama sekali tidak memaparkan hal spesifik yang berkaitan dengan permasalahan yang ada di sekolah atau kelasnya. Sehingga meskipun KTI berada dalam bidang pendidikan, dan tidak ada yang salah dari apa yang dituliskan, tetapi bagaimana dapat diketahui bahwa KTI tersebut adalah karya guru yang bersangkutan.

KTI yang berjudul Peranan perpustakaan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, juga sangat sering dibuat oleh guru. KTI di atas tidak menjelaskan permasalahan spesifik yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab guru. Jadi, meskipun KTI berada dalam bidang pendidikan tetapi (a) apa manfaat KTI tersebut dalam upaya peningkatan profesi guru?, (b) bagaimana dapat diketahui bahwa KTI tersebut adalah karya guru yang bersangkutan?

2.2. Bagaimana kriteria KTI yang dapat dinilai?

KTI dapat dinilai apabila telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan. Di samping memakai berbagai kriteria penulisan karya tulis ilmiah yang umum dipergunakan, terdapat beberapa kriteria dan persyaratan yang khusus yang digunakan untuk menilai KTI dalam pengembangan profesi guru (untuk itu lihat peraturan dan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas, yang berkaitan dengan hal ini)

KTI dalam kegiatan pengembangan profesi juga harus memenuhi kriteria “APIK,” yang artinya adalah

􀂃 Asli, penelitian harus merupakan karya asli penyusunnya, bukan merupakan plagiat, jiplakan, atau disusun dengan niat dan prosedur yang tidak jujur. Syarat utama karya ilmiah adalah kejujuran.

KTI yang tidak “asli “ dapat terlihat antara lain melalui,
􀂃 terdapat bagian-bagian tulisan, atau petunjuk lain yang menunjukkan bahwa KTI itu dirubah di sana-sini dan digunakan sebagai KTI nya (seperti misalnya: bentuk ketikan yang tidak sama, tempelan nama, terdapat petunjuk adanya lokasi dan subyek yang tidak konsisten, terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai, terdapat berbagai data yang tidak konsisten, tidak akurat
􀂃 waktu pelaksanaan pembuatan KTI yang kurang masuk akal (misalnya pembuatan KTI yang terlalu banyak dalam kurun waktu tertentu)
􀂃 adanya kesamaan yang sangat mencolok pada isi, format, gaya penulisan dengan KTI yang lain, baik yang dibuat oleh guru yang bersangkutan atau dengan KTI lain dari daerah tertentu (umumnya dengan sampul yang sama, kata pengantar yang sama, teori yang sama, daftar pustaka yang sama, yang berbeda hanya pada subyek mata pelajaran, dan data yang tampak sekedarnya)
􀂃 adanya keTIDAKsamaan yang sangat mencolok pada isi, format, gaya penulisan di anatara KTI yang dibuat oleh seorang guru (misalnya yang satu sangat sederhana, yang satu sangat tebal, sangat akademik setara tesis atau bahkan desertasi)
􀂃 tidak melampirkan dokumen kegiatan guna menunjukkan bahwa KTI tersebut benar-benar dilakukan sendiri, misalnya pada laporan hasil penelitian tidak melampirkan (a) semua instrumen yang digunakan dalam penelitian, terutama lembar pengamatan, b) contoh-contoh hasil kerja dalam pengisian/ pengerjaan instrumen baik oleh guru maupun siswa, (c) dokumen pelaksanaan penelitian yang lain seperti foto-foto kegiatan, daftar hadir, dan lain-lain.
􀂃 Perlu permasalahan yang dikaji pada kegiatan pengembangan profesi tentunya yang harus memang diperlukan, dimana contoh KTI yang tidak perlu antara lain:

􀂃 masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi guru di kelasnya (misalnya KTI yang berjudul (a) Kemampuan professional guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran, (b) Peranan guru dalam melestarikan Pancasila, dan (c) Teknologi Informasi dalam dunia pendidikan).
􀂃 masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam peningkatan / pengembangan profesinya sebagai guru, permasalahan yang ditulis, sangat mirip dengan KTI yang telah ada sebelumnya, telah jelas jawabannya, kurang jelas manfaatnya dan merupakan hal mengulang-ulang (misalnya KTI yang berjudul: (a) Hubungan status orangtua siswa dengan prestasi belajar, (b) Korelasi nilai IPA dengan nilai Pendidikan Pancasila, dan (c) Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan nilai Bahasa Indonesia.)
􀂃 Isi tulisan tidak termasuk pada macam KTI yang memenuhi syarat untuk dapat dinilai, misalnya pada KTI yang berjudul (a) rela berkorban untuk tanah air, (b) sejarah kerajaan Sunda Melinda, (c) Agar PEMILU berjalan Jurdil,
􀂃 I lmiah, penelitian harus berbentuk, berisi dan dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kebenaran imiah. KTI yang tidak ilmiah ditandai dengan:
􀂃 masalah yang dituliskan berada di luar permasalahan keilmuan khususnya permasalahan pembelajaran spesifik yang berkaitan dengan sekolah atau kelasnya
􀂃 latar belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukkan pentingnya hal yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upayanya untuk mengembangkan profesinya sebagai guru (misalnya tidak ada fakta spesifik yang berkaitan dengan masalah di sekolah atau kelasnya)
􀂃 rumusan masalah tidak jelas sehingga kurang dapat diketahui apa sebenarnya yang akan diungkapkan pada KTInya
􀂃 kebenarannya tidak terdukung oleh kebenaran teori, kebenaran fakta dan kebenaran analisisnya
􀂃 landasan teori perlu perluas dan disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas
􀂃 bila KTInya merupakan laporan hasil penelitian, tampak dari metode penelitian, sampling, data, analisis hasil yang tidak / kurang benar.
􀂃 Bila KTInya berupa laporan PTK tidak jelas apa, bagaimana dan mengapa kegiatan tindakan yang dilakukan, juga tidak jelas bagaimana peran hasil evaluasi dan refleksi pada penentuan siklus-siklus berikutnya.
􀂃 kesimpulan tidak/belum menjawab permasalahan yang diajukan
􀂃 Konsisten, penelitian harus disusun sesuai dengan kemampuan penyusunnya. Penelitian di bidang pembelajaran yang semestinya dilakukan oleh guru adalah yang betujuan dengan upaya peningkatan mutu hasil pembelajaran dari siswanya, di kelas atau di sekolahnya.
􀂃 masalah yang dikaji tidak sesuai dengan tugas si penulis sebagai guru
􀂃 masalah yang dikaji tidak sesuai latar belakang keahlian atau tugas pokok penulisnya
􀂃 masalah yang dikaji tidak berkaitan dengan upaya penulis untuk mengembangkan profesinya sebagai guru (misalnya masalah tersebut tidak mengkaji permasalahan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu siswa di kelasnya yang sesuai dengan bidang tugasnya).




Rangkuman

KTI adalah laporan tertulis tentang (hasil) kegiatan ilmiah. Karena kegiatan ilmiah itu banyak macamnya, maka laporan kegiatan ilmiah ( KTI) juga beragam bentuknya. Ada yang berbentuk laporan penelitian, tulisan ilmiah populer, buku, diktat dan lain-lain.

Salah satu bentuk KTI yang akhir-akhir ini, cenderung banyak dilakukan oleh para guru adalah KTI hasil penelitian perorangan yang tidak dipublikasikan, tetapi didokumentasikan di perpustakaan sekolah dalam bentuk makalah. KTI jenis ini mempunyai nilai angka kredit 4 (empat).

Penelitian Tindakan Kelas (PTK), disarankan dilakukan guru karena KTI tersebut merupakan laporan dari kegiatan nyata yang dilakukan para guru di kelasnya dalam upaya meningkatkan mutu pembelajarannya.

Di lapangan, terdapat KTI yang merupakan JIPLAKAN, KTI orang lain yang dinyatakan sebagai karyanya, atau bahkan KTI yang DIBUATKAN oleh orang lain. Banyak pula KTI yang berisi uraian hal-hal yang terlalu umum dan tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pengembangan profesinya.

Agar guru lebih mau dan lebih mampu membuat KTI, agar jumlah KTI yang baik dan benar dapat bertambah dapat dilakukan (a) Perbanyak sosialisasi tentang makna dan tujuan Kegiatan Pengembangan Profesi dan hubungannya dengan kriteria KTI yang dapat dinilai, (b) Perbanyak pelatihan tentang bagaimana menyusun KTI terutama kepada mereka yang sudah memenuhi syarat untuk itu, (c) Revisi dan perbaiki Pedoman Penulisan untuk dapat menjadi pedoman yang lebih praktis dan mudah dipahami, perbanyak dan sebarkan, (d) Buat dan sebarkan berbagai buku pedoman penulisan yang dapat membantu guru dalam menulis KTInya.

Daftar Pustaka

Suhardjono, Azis Hoesein, dkk. (1996). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.

Suhardjono, (2005), Laporan Penelitian Eksperimen dan Penelitian Tindakan Kelas sebagai KTI, makalah pada pelatihan peningkatan mutu guru di Makasar, Jakarta tahun 2005
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara

Suriasumantri, Jujun S. (1984). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar